Jangan sepelekan kebutuhan tidur anak. Karena, saat tidur pertumbuhan otak balita (bayi di bawah lima tahun) mencapai puncaknya. Otak juga mengonsolidasi segala memori dan pengetahuan baru.oleh sebab itu bayi dan anak juga dapat mengalami gangguan tidur. Dan Masalah tidur pada anak-anak lebih mudah untuk dicegah daripada diobati. Tapi bila hal tersebut sudah terjadi pada anak anda, jangan kuatir, penanganan masalah ini adalah dengan kesabaran dan ketekunan.
Merujuk satu penelitian pada 2004-2005 di lima kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang dan Batam) mengungkapkan, sebanyak 72,2 persen orangtua menganggap masalah tidur pada balita bukan masalah atau hanya merupakan masalah kecil.
Merujuk satu penelitian pada 2004-2005 di lima kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang dan Batam) mengungkapkan, sebanyak 72,2 persen orangtua menganggap masalah tidur pada balita bukan masalah atau hanya merupakan masalah kecil.
Penelitian yang sama juga mengungkapkan, ada sekitar 44 persen balita yang mengalami gangguan tidur seperti sering terbangun di malam hari dan kurang tidur. “Bayi dikatakan mengalami gangguan tidur jika pada malam hari tidurnya kurang dari 9 jam, terbangun lebih dari 3 kali dan lama terbangunnya lebih dari 1 jam. Selama tidur bayi terlihat selalu rewel, menangis dan sulit jatuh tidur kembali,” tutur
Faktor Penyebab
Faktor pertama terkait dengan masalah fisik seperti rasa lapar dan haus serta adanya gangguan pada gigi, telinga, kulit, saluran cerna, saluran napas, saluran kemih, otot atau tulangnya.
“Makanan dan minuman juga berpengaruh. Bayi lebih gampang tidur dalam keadaan kenyang. Dan jenis makanan atau minuman tertentu, konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat asma juga mempengaruhi tidur balita,” ujarnya.
Faktor lainnya adalah masalah psikis, yang terkait dengan tahapan perkembangan anak, pola asuh, temperamen, aktifitas dan faktor lingkungan. “Ada kebiasaan tidur di Indonesia yang tidur satu ranjang anak dengan orangtuanya. Sebaiknya pisahkan bayi sejak kecil ketika mau tidur, sehingga ketika orangtuanya “bergeser” sedikit saja anak langsung rewel,” katanya.
Cara mengatasiasa
Untuk mendapat tidur berkualitas, balita harus dapat melewati dua tahapan tidur, yaitu “tidur dalam” atau istilahnya fase tidur nonrapid eye movement (non-REM) dan “tidur aktif” atau yang biasa disebut tidur REM.
Pada tahapan “tidur dalam” aktivitas otak regular masih terus berjalan. Fase ini berperan penting dalam perbaikan sel-sel tubuh dan produksi hormon pertumbuhan yang maksimal sekitar 75 persen. Sedangkan fase tidur aktif ditandai dengan adanya gerakan bola mata yang sangat cepat, detak jantung dan pernapasan yang terus meningkat dan tidak stabil dengan sering kali disertai mimpi.
“Pada tahapan ini metabolisme otak berada pada tingkat paling tinggi sehingga berpengaruh pada restorasi atau pemulihan emosi dan kognitif bayi dan batita,” ucapnya.
Tahapan tidur REM dan non-REM terjadi bergantian dan membentuk suatu siklus tidur. Proporsi tidur REM pada awal bayi baru lahir adalah sebanyak 50 persen dan akan terus berkurang seiring dengan pertambahan usia bayi. Pada akhirnya hanya akan menjadi 20 persen saja dari keseluruhan siklus tidur. Pada anak lebih besar didominasi dengan fase tidur non-REM.
Ia menyebut ciri-ciri balita cukup tidur, yaitu, ia akan dapat jatuh tertidur dengan mudah di malam hari, terbangun dengan mudah dan tidak memerlukan tidur siang yang melebihi kebutuhan sesuai dengan perkembangannya.
“Tidur pagi dan siang berkaitan erat dengan lamanya atensi dan cepatnya proses pembelajaran. Pada anak usia 3 tahun, anak yang tidur siang akan memiliki kemampuan lebih adaptif atau mudah menyesuaikan diri. Hal itu penting untuk proses keberhasilan di sekolah,” katanya.
Jika anak yang kurang tidur pada malam hari, lanjut Rini, akan mengantuk pada siang hari. Hal itu akan mengganggu proses kreatifitasnya selama terbangun. Untuk menanggulangi masalah tidur, orangtua perlu memperhatikan kondisi fisik balitanya. Kalau ada masalah atasi segera. Penting juga untuk kurangi aktifitas fisik pada sore-malam agar anak tak sering kaget saat tidur di malam hari.
Selain itu, orang tua juga harus memperhatikan kondisi psikis anak dengan memperbaiki pola asuh, kualitas sentuhan, dan kenali temperamennya serta faktor lingkungan harus mendukung. Karena tidur merupakan perilaku yang dipelajari yang dapat dibentuk melalui rutinitas dan kebiasaan tidur yang baik.
“Paling ideal kebiasaan tidur nyenyak itu dimulai sejak anak berusia 3-6 bulan. Jika lebih dari 6 bulan bayi juga masih belum menemukan pola tidur yang teratur, maka ini perlu diwaspadai. Karena hal itu bisa berarti adanya gangguan tidur yang dialaminya,” kata Rini menegaskan.
Dampak masalah kurang tidur pada balita, untuk fisik adalah gangguan pertumbuhan badannya karena pengeluaran hormon selama tidur menjadi “kacau”, kerentanan fungsi imun atau daya tahan tubuh, iregulasi sistem endokrin, kegemukan dan mengantuk.
Sedangkan untuk masalah kognitif, adalah anak jadi kehilangan konsentrasi, lambat, kurang waspada, kurang perhatian, gangguan pembelajaran hingga prestasi akademik yang menurun. Pada kemampuan geraknya, anak menjadi kurang cermat dan ceroboh.
“Terganggunya tidur si kecil otomatis akan mengganggu kualitas tidur orangtua, sehingga berpotensi menimbulkan keletihan, bahkan stress pada orangtua,” kata Rini menambahkan.
Tambahan
Mengetahui apakah anak anda mengalami gangguan tidur? Sebelumnya kita perlu mengetahui bahwa lamanya waktu tidur tergantung dari usia bayi atau anak anda. Seorang bayi yang baru lahir sampai kurang lebih usia 3 bulan akan memerlukan waktu untuk tidur hampir seharian (> 20 jam/hari). Anak-anak akan memerlukan waktu untuk tidur selama 8-14 jam tergantung dari usia anak tersebut. Tapi tentu saja hal ini berbeda-beda tergantung juga dari anak yang bersangkutan